Menapaki dunia bisnis di
usia muda bukanlah perkara gampang. Namun, bagi Vidia Chairunnisa, pemilik CV
Gembool Mulia Jaya, usia muda dan minim pengalaman bukanlah halangan untuk
terjun ke dunia bisnis.
Ketidaktahuan tentang medan bisnis justru dijadikan ajang untuk belajar. Menurutnya, belajar bisnis tak harus ditempuh melalui pendidikan formal. "Tapi juga bisa diperoleh atas dasar inisiatif sendiri," ujarnya.
Inisiatif itu juga yang mendorongnya terjun ke dunia bisnis. Apalagi ia telah terbiasa berjualan sejak masih duduk di bangku sekolah dasar (SD).Saat masih SD, ia berinisiatif berjualan jepitan rambut kepada teman-teman sekolahnya.
Hal itu dilakukannya untuk menambah uang saku yang dianggap kurang. "Saya suka jajan, uang saku kala itu tak cukup jadi kepikiran buat dagang untuk menambah uang jajan," kisahnya.
Naluri berdagang Vidia berlanjut saat ia mengecap bangku Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB). Berkenalan dengan salah seorang teman ibunya, Vidia mengajukan diri untuk memasarkan berbagai produk fesyen, seperti pakaian tidur dan busana muslim. Kegiatan ini dilakukan tanpa sepengetahuan sang ibu.
Ia pun menjual produk fesyen itu secara door to door. Karena bisa menjual dalam jumlah banyak, maka komisi yang didapatnya juga lumayan besar. "Saya lupa berapa bayarannya, tapi yang jelas saya bisa membeli ponsel dari hasil tersebut," kenangnya.
Tapi sayangnya, kebiasaan berdagang itu harus terhenti kala kedua orang tuanya mengetahui aktivitasnya itu. Lantaran takut mengganggu prestasi di sekolah, ia pun dilarang berjualan lagi.
Demi menghormati orang tuanya, Vidia terpaksa memenuhi permintaan tersebut. Namun, ia tetap bertekad suatu saat kelak harus menjadi pebisnis, bukan menjadi pegawai negeri sipil (PNS) seperti keinginan orang tuanya.
Tahun 2005, setelah selesai menempuh pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA) di Lombok, ia pun melanjutkan studi di Institut Pertanian Bogor (IPB). Selama kuliah inilah, jiwa bisnisnya kembali tumbuh.
Di masa awal-awal kuliah, ia memutuskan untuk berjualan mutiara. "Saat itu ada beberapa teman yang mencari mutiara," ujarnya.
Semua pesanan temannya itu, ia tampung. Saat pulang ke rumah orang tuanya di Lombok, ia pun mencari mutiara tersebut dari beberapa perajin yang ada di Lombok. "Jadi saya tidak menyetok, semua sesuai pesanan," ujarnya.
Mutiara tersebut dijualnya mulai dari harga Rp 160.000 per butir. Ia mengambil margin lebih dari 50%. Meski tergiur dengan margin yang tinggi, tapi Vidia menganggap bisnis mutiara sangat segmented dan sulit dipasarkan.
Akhirnya di 2009, Vidia memutuskan untuk berbisnis tas. Bisnis yang akhirnya bisa mengangkat namanya sebagai pengusaha muda yang sukses
Tidak ada komentar:
Posting Komentar